Konteks Sosial Dalam Perkembangan Anak
Artikel Psikologi
Perkembangan Anak ini lebih fokus pada Pengaruh Keluarga, Teman Sebaya Dan
Sekolah. Artikel Psikologi perkembangan Anak ini sangat bermanfaat untuk orang
tua dan para guru. Berikut adalah poin-poin pembahasan Konteks sosial
Perkembangan anak;
Keluarga
Keluarga merupakan
tempat pertama kali anak melakukan fungsi sosialisasinya. Proses yang terjadi
antara anak dan orangtua tidaklah bersifat satu arah, namun saling mempengaruhi
satu sama lain. Artinya, anak belajar dari orangtua, sebaliknya, orangtua juga
belajar dari anak. Proses sosialisasi yang terjadi dalam keluarga lebih
berbentuk sebagai suatu sistem yang interaksional. Bahkan hubungan antara suami
dan istri pun akan mempengaruhi perkembangan anak.
Pola pengasuhan
orangtua akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak.
Orangtua yang cenderung otoriter (authoritarian parenting), dimana mereka
menghendaki anak untuk selalu menuruti keinginan orangtua tanpa ada kesempatan
bagi anak untuk berdialog, akan menghasilkan anak-anak yang cenderung cemas,
takut, dan kurang mampu mengembangkan keterampilan berkomunikasinya.
Sebaliknya, orangtua yang cenderung melepas keinginan anak (neglectful
parenting) akan menyebabkan anak tidak mampu mengontrol perilaku dan
keinginannya dan dapat membentuk pribadi anak yang egois dan dominan. Sebagai
jembatan dari kedua pola pengasuhan yang ekstrem tersebut, maka pola pengasuhan
demokratislah (authoritative parenting) yang dapat menjadi solusi terbaik bagi
para orangtua untuk dapat mengoptimalkan perkembangan psikologis anaknya.
Orangtua yang demokratis menghendaki anaknya untuk tumbuh sebagai pribadi yang
mandiri dan bebas namun tetap memberikan batasan untuk mengendalikan perilaku
mereka. Dalam hal ini, cara-cara dialogis perlu dilakukan agar anak dan
orangtua dapat saling memahami pikiran dan perasaan masing-masing. Hukuman
dapat saja diberikan ketika terjadi pelanggaran terhadap hal-hal yang bersifat
prinsip. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa hukuman tersebut harus disertai
dengan penjelasan yang dialogis agar anak mengerti untuk apa mereka dihukum dan
perilaku apa yang sebaiknya dilakukan.
Kemudian hal dalam
keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan anak adalah kondisi keluarga yang
berubah dalam masyarakat yang berubah. Maksudnya disini adalah kondisi dimana
dalam keluarga tersebut para ibu turut bekerja di luar rumah maupun terjadi
perceraian.
Pada anak-anak dari
keluarga yang didalamnya para ibu turut serta bekerja di luar rumah belum tentu
perkembangannya dapat lebih baik daripada anak-anak yang ibu-ibunya tidak
bekerja dan diam di rumah. Para ibu yang diam di rumah cenderung akan
berlebihan mencurahkan seluruh perhatian dan energinya untuk mengurus dan
mengawasi anak-anak mereka. Hal ini akan menimbulkan rasa kekhawatiran yang berlebihan
pula dan akan menghambat proses kemandirian anak.
Pada keluarga yang
mengalami perceraian kebanyakan anak pada mulanya mengalami stres berat ketika
orang tua mereka harus berpisah. Sebagian besar anak-anak korban perceraian
cenderung tidak dapat mengontrol emosi mereka, kekecewaan anak kepada perilaku
tidak dapat mengontrol emosi dari orang tua mereka yang sudah bercerai
mengakibatkan keinginan untuk melampiaskan rasa frustasi mereka dengan
melakukan hal-hal yang berlawanan dengan peraturan misalnya saja memberontak
dan sebagainya. Mereka pun akan menjadi mudah marah karena sering melihat orang
tua yang selama ini dijadikan panutan bertengkar akibat permasalahan perceraian
. Anak- anak yang sebenarnya tidak menginginkan perpisahan kedua orang tuanya ini
akan merasa sangat terpukul dan hal ini juga yang membuat mereka jadi kurang
berprestasi , memiliki tingkat motivasi yang kurang bagus, murung dan anak
merasa bersalah dan merasa bahwa dirinya yang menjadi penyebab percerain.
Selain itu dampak perceraian terhadap perilaku sosial, anak korban perceraian
menjadi tertekan dengan status sebagai anak cerai atau lebih dikenal dengan
istilah “anak broken home” dengan menjadikan perasaannya berbeda dari anak-anak
yang lain, anak mempunyai rasa minder, kurang percaya diri bahkan ia menjadi
kehilangan jati diri dan identitas sosialnya, dan ia juga merasa dikucilkan
oleh teman-temannya. Anak-anak korban perceraian pun akan sering merasa iri
dengan teman-teman sebaya mereka yang memiliki keluarga yang utuh dan jika hal
tidak di arahkan sejak dini tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan perilaku
negatif mereka.
Tetapi tidak semua
anak mengalami trauma akibat perceraian, banyak anak yang berasal dari kelurga
yang bercerai dapat menjadi individu yang berkompeten. Hal itu dikarenakan
faktor dari individu dan latar belakang orang tua yang mampu memberi penjelasan
bahwa sebenarnya perceraian juga dapat melepaskan anak-anak dari masalah
konflik perkawinan yang dialami orang tua mereka dan ini merupakan jalan
terbaik yang harus ditempuh. Harapan yang timbul dari anak-anak korban
perceraian adalah berfikir bahwa kegagalan orang tuanya dapat di jadikan
pelajaran agar ia tidak seperti mereka dan menjadi bekal mereka untuk menuju
masa depan yang lebih baik.
Teman Sebaya
Konteks sosial di
luar keluarga pada anak-anak adalah teman sebaya. Pada teman sebaya inilah,
anak memperoleh informasi dan perbandingan tentang dunia sosialnya. Anak juga
belajar tentang prinsip keadilan melalui konflik-konflik yang terjadi dengan
teman-temannya. Pada masa sekolah dasar, teman sebaya yang dipilih biasanya
terkait dengan jenis kelamin. Anak cenderung bermain dengan teman sesama jenis
kelaminnya. Dalam pergaulan ini anak belajar tentang konsep gender antara
laki-laki dan perempuan dimana anak laki-laki seringkali saling mengajarkan
perilaku maskulin dan anak perempuan juga saling mengajarkan kultur bagaimana
menjadi wanita.
Pada masa remaja awal
dimana remaja menyatakan bahwa mereka lebih tergantung kepada teman daripada
orang tua untuk memenuhi kebutuhan akan rasa kebersamaan, keinginan untuk ikut
serta dalam kelompok pertemanan makin meningkat. Disini rasa persahabatan
mereka memainkan peranan cukup penting sehingga apabila remaja bertemu dengan
sebuah kelompok kecil kemudian merasa cocok dan nyaman berada dalam kelompok
tersebut mereka akan berusaha untuk tetap setia dan kesetiaan pada kelompok ini
dapat mempengaruhi hidup mereka.
Sekolah
Sekolah merupakan
lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program
bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka membantu anak agar mampu
mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral spiritual,
intelektual, emosionalmaupun sosial. Peranan sekolah dalam mengembangkan
kepribadian anak adalah sebagai faktor penentu bagi perkembangan kepribadian
anak baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara berperilaku. Sekolah
mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para anak mencapai
tugas perkembangannya. Alasannya antara lain adalah bahwa sekolah memberi
pengaruh kepada anak secara dini, seiring dengan perkembangan konsep dirinya,
anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah dari pada tempat lain di luar
rumah, sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses, sekolah
memberi kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuan
secara realistic dan sekolah juga berperan sebagai substansi keluarga dan guru
subtitusi orang tua.
Sehubungan hal ini,
sekolah sebisanya berupaya menciptakan suatu kondisi yang dapat memfasilitasi
anak untuk mencapai tugas perkembangannya tersebut. Upaya sekolah dapat
berjalan dengan baik, apabila sekolah tersebut telah tercipta kondisi yang
sehat atau efektif, baik menyangkut aspek manajemennya, maupun profesionalisme
para personelnya. Sekolah yang efektif itu sebagai sekolah yang memajukan, atau
mengembangkan prestasi, ketrampilan sosial, sopan santun, sikap positif
terhadap belajar, rendahnya angka absen dan memberikan ketrampilan-ketrampilan
yang memungkinkan seorang anak dapat mandiri. Sekolah yang efektif disamping
ditandai oleh ciri-ciri di atas juga sangat didukung oleh kualitas para guru,
baik menyangkut karakteristik pribadi maupun kompetensinya. Karakteristik
pribadi dan kompetensi guru ini sangat berpengaruh terhadap kualitas proses
pembelajaran di kelas atau hubungan guru dengan anak di kelas yang pada
nantinya akan berpengaruh pula pada keberhasilan belajar anak tersebut.
0 komentar: