PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM
Dan orang-orang yang
berkata : “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari isteri-isteri kami
dan keturunan kami kesenangan hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang
yang bertakwa.”
( QS. Al-Furqan : 74
)
Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS. At Tahrim: 6 ).
“Apabila manusia mati
maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu
bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo’akannya.”
(HR. Muslim, dari Abu
Hurairah)
PENDAHULUAN
Segala puji milik
Allah Tuhan semesta alam.
Shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasul termulia, kepada keluarga dan para sahabatnya.
Seringkali orang
mengatakan: “Negara ini adikuasa, bangsa itu mulia dan kuat, tak ada seorangpun
yang berpikir mengintervensi negara tersebut atau menganeksasinya karena
kedigdayaan dan keperkasaannya” .
Dan elemen kekuatan
adalah kekuatan ekonomi, militer, teknologi dan kebudayaan. Namun, yang
terpenting dari ini semua adalah kekuatan manusia, karena manusia adalah sendi
yang menjadipusat segala elemen kekuatan lainnya. Tak mungkin senjata dapat
dimanfaatkan, meskipun canggih, bila tidak ada orang yang ahli dan pandai
menggunakannya. Kekayaan, meskipun melimpah, akan menjadi mubadzir tanpa ada
orang yang mengatur dan mendaya-gunakannya untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat.
Dari titik tolak ini,
kita dapati segala bangsa menaruh perhatian terhadap pembentukan individu,
pengembangan sumber daya manusia dan pembinaan warga secara khusus agar mereka
menjadi orang yang berkarya untuk bangsa dan berkhidmat kepada tanah air.
Sepatutnya umat Islam
memperhatikan pendidikan anak dan pembinaan individu untuk mencapai predikat
“umat terbaik”, sebagaimana dinyatakan Allah ‘Azza Wa lalla dalam firman-Nya:
“Kamu adalah umat
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dariyang munkar… “. (Surah Ali Imran : 110).
Dan agar mereka
membebaskan diri dari jurang dalam yang mengurung diri mereka, sehingga keadaan
mereka dengan umat lainnya seperti yang beritakan Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam :
“Hampir saja
umat-umat itu mengerumuni kalian bagaikan orang-orang yang sedang makan
berkerumun disekitar nampan.”. Ada seorang yang bertanya: “Apakah karena kita
berjumlah sedikit pada masa itu?” Jawab beliau: “Bahkan kalian pada masa itu
berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih air bah. Allah niscaya
mencabut dari hati musuh kalian rasa takut kepada kalian, dan menanamkan rasa
kelemahan dalam dada kalian”. Seorang bertanya: “Ya Rasulullah, apakah maksud
kelemahan itu?” Jawab beliau: “Yaitu cinta kepada dunia dan enggan mati”.
PERANAN KELUARGA
DALAM ISLAM
Keluarga mempunyai
peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun
non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di
mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat
penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama
dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan
dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah
sudahnya.
Dari sini, keluarga
mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan
batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak
dan mempersiapkan personil-personilnya.
Musuh-musuh Islam
telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan
dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala usaha
ntuk mencapai tujuan itu. Sarana yang mereka pergunakan antara lain:
1. Merusak wanita
muslimah dan mempropagandakan kepadanya agar meninggallkan tugasnya yang utama
dalam menjaga keluarga dan mempersiapkan generasi.
2. Merusak generasi
muda dengan upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan yang jauh dari
keluarga, agar mudah dirusak nantinya.
3. Merusak masyarakat
dengan menyebarkan kerusakan dan kehancuran, sehingga keluarga, individu dan
masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan.
Sebelum ini, para
ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh
Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam
pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi
kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih
dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada
apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia
akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari
akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan
dibiarkan sebagai mana binatang temak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa.
Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara
mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari
teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula
menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari
hal tersebut bila dewasa.”
TUJUAN PENDIDIKAN
DALAM ISLAM
Banyak penulis dan
peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu muslim. Mereka
berbicara panjang lebar dan terinci dalam bidang ini, hal yang tentu saja
bermanfaat. Apa yang mereka katakan kami ringkaskan sebagai berikut:
” Nyatalah bahwa
pendidikan individu dalam islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu,
yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Dan tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak
membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya
yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah.”
(Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Mu’atstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at
Thiflil Muslim wa Thuruq ‘Ilajiha, hal. 76.
MEMPERHATIKAN ANAK
SEBELUM LAHIR
Perhatian kepada anak
dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan memilih isteri yang shalelhah,
Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang hendak
berkeluarga dengan bersabda :
” Dapatkan wanita
yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi” (HR.Al-Bukhari dan Muslim)
Begitu pula bagi
wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang
melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak.
Rasulullah memberikan pengarahan kepada para wali dengan bersabda :
“Bila datang kepadamu
orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawikanlah. Jika tidak kamu
lakukan, nisacayaterjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar”
Termasuk
memperhatikan anak sebelum lahir, mengikuti tuntunan Rasulullah dalam kehidupan
rumah tangga kita. Rasulullah memerintahkan kepada kita:
“Jika seseorang
diantara kamu hendak menggauli isterinya, membaca: “Dengan nama Allah. Ya
Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau
karuniakan kepada kami”. Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak,
niscaya tidak ada syaitan yang dapat mencelakakannya”.
MEMPERHATIKAN ANAK
KETIKA DALAM KANDUNGAN
Setiap muslim akan
merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang dan
kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian kepada anak sebelum
kejadiannya, seperti dikemukakan tadi, Islam pun memberikan perhatian besar
kepada anak ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya. Islam
mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk
kepentingan janin yang dikandungnya. Sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya Allah
membebaskan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan) puasa bagi
orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil” (Hadits riwayat Abu
Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa’i. Kata Al Albani dalam Takhrij al Misykat:
“Isnad hadits inijayyid’ )
Sang ibu hendaklah
berdo’a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh
dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena
termasuk do’a yang dikabulkan adalah do’a orangtua untuk anaknya.
MEMPERHATIKAN ANAK
SETELAH LAHIR
Setelah kelahiran
anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di sekitamya melakukan
hal-hal berikut:
1. Menyampaikan kabar
gembira dan ucapan selamat atas kelahiran.
Begitu melahirkan,
sampaikanlah kabar gembira ini kepada keluarga dan sanak famili, sehingga semua
akan bersuka cita dengan berita gembira ini. Firman Allah ‘Azza Wa Jalla
tentang kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam bersama malaikat:
“Dan isterinya
berdiri (di balik tirai lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya
berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari lshaq (akan lahir puteranya)
Ya ‘qub. ” (Surah Hud : 71).
Dan firman Allah
tentang kisah Nabi Zakariya ‘Alaihissalam:
“Kemudian malaikat
Jibril memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab
(katanya): “Sesungguhnya Allah mengembirakan kamu dengan kelahiran (seorang
puteramu ) Yahya ” (Ali Imran: 39).
Adapun tahni’ah
(ucapan selamat), tidak ada nash khusus dari Rasul dalam hal ini, kecuali apa
yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha:
“Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasalam apabila dihadapkan kepada beliau anak-anak bayi, maka beliau
mendo’akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi langit-langit mulutnya (dengan
korma atau madu )” ( Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud).
Abu Bakar bin Al
Mundzir menuturkan: Diriwayatkan kepada kami dari Hasan Basri, bahwa seorang
laki-laki datang kepadanya sedang ketika itu ada orang yang baru saja mendapat
kelahiran anaknya. Orang tadi berkata: Penunggang kuda menyampaikan selamat
kepadamu. Hasan pun berkata: Dari mana kau tahu apakah dia penunggang kuda atau
himar? Maka orang itu bertanya: Lain apa yang mesti kita ucapkan. Katanya:
Ucapkanlah:
“Semoga berkah bagimu
dalam anak, yang diberikan kepadamu, Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi,
dikaruniai kebaikannya, dan dia mencapai kedewasaannya” ( Ibnu Qayyim Al
Jauziyah, Tuhfatul fi Ahkamil Maulud.)
2. Menyerukan adzan
di telinga bayi.
Abu Rafi’
Radhiyallahu ‘Anhu menuturkan:
“Aku melihat
Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan
Fatimah” ( Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi.
Hikmahnya, Wallahu
A’lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat syahadat itu
merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga sebagai perisai
bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syaitan dari
bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk mengganggu dan
mencelakakannya. Ini sesuai dengan pemyataan hadits:
” Jika diserukan
adzan untuk shalat, syaitan lari terbirit-birit dengan mengeluarkan kentut
sampai tidak mendengar seruan adzan” (Ibid)
3. Tahnik (Mengolesi
langit-langit mulut).
Termasuk sunnah yang
seyogianya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi adalah tahnik, yaitu
melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau menghaluskannya dengan cara yang
sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi. Caranya,dengan menaruh
sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain dimasukkan ke dalam mulut
bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri sampai merata. Jika
tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau
gula). Abu Musa menuturkan:
“Ketika aku
dikaruniai seorang anak laki-laki, aku datang kepada Nabi, maka beliau
menamainya Ibrahim, mentahniknya dengan korma dan mendo’akan keberkahan
baginya, kemudian menyerahkan kepadaku”.
Tahnik mempunyai
pengaruh kesehatan sebagaimana dikatakan para dokter. Dr. Faruq Masahil dalam
tulisan beliau yang dimuat majalah Al Ummah, Qatar, edisi 50, menyebutkan:
“Tahnik dengan ukuran apapun merupakan mu’jizat Nabi dalam bidang kedokteran
selama empat belas abad, agar umat manusia mengenal tujuan dan hikmah di
baliknya. Para dokter telah membuktikan bahwa semua anak kecil (terutama yang
baru lahir dan menyusu) terancam kematian, kalau terjadi salah satu dari dua
hal:
a. Jika kekurangan
jumlah gula dalam darah (karena kelaparan).
b. Jika suhu badannya
menurun ketika kena udara dingin di sekelilingnya.”‘
4. Memberi nama.
Termasuk hak seorang
anak terhadap orangtua adalah memberi nama yang baik. Diriwayatkan dari Wahb Al
Khats’ami bahwa Rasulullah bersabda:
” Pakailah nama
nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta’ala yaitu Abdullah dan
Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan nama
yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah” ( HR.Abu Daud An Nasa’i)
Pemberian nama
merupakan hak bapak.Tetapi boleh baginya menyerahkan hal itu kepada ibu. Boleh
juga diserahkan kepada kakek, nenek,atau selain mereka.
Rasulullah merasa
optimis dengan nama-nama yang baik. Disebutkan Ibnul Qayim dalam Tuhfaful
Wadttd bi Ahkami Maulud, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam tatkala
melihat Suhail bin Amr datang pada hari Perjanjian Hudaibiyah beliau bersabda:
“Semoga mudah urusanmu”
Dalam suatu
perjalanan beliau mendapatkan dua buah gunung, lain beliau bertanya tentang
namanya. Ketika diberitahu namanya Makhez dan Fadhih, beliaupun berbelok arah
dan tidak melaluinya.( Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud, hal. 41.)
Termasuk tuntunan
Nabi mengganti nama yang jelek dengan nama yang baik. Beliau pernah mengganti
nama seseorang ‘Ashiyah dengan Jamilah, Ashram dengan Zur’ah. Disebutkan oleh
Abu Dawud dalam kitab Sunan :”Nabi mengganti nama ‘Ashi, ‘Aziz, Ghaflah,
Syaithan, Al Hakam dan Ghurab. Beliau mengganti nama Syihab dengan Hisyam, Harb
dengan Aslam, Al Mudhtaji’ dengan Al Munba’its, Tanah Qafrah (Tandus) dengan
Khudrah (Hijau), Kampung Dhalalah (Kesesatan) dengan Kampung Hidayah
(Petunjuk), dan Banu Zanyah (Anak keturunan haram) dengan Banu Rasydah (Anak
keturunan balk).” (Ibid)
5. Aqiqah.
Yaitu kambing yang
disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Berdasarkan hadits
yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi, katanya: Rasulullah bersabda:
“Setiap anak membawa
aqiqah, maka sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya” (HR. Al
Bukhari.)
Dari Aisyah
Radhiyallahu ‘Anha,bahwaRasulullah bersabda:
“Untuk anak laki-laki
dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak perempuan seekor kambing”
(HR. Ahmad dan Turmudzi).
Aqiqah merupakah
sunnah yang dianjurkan. Demikian menurut pendapat yang kuat dari para ulama.
Adapun waktu penyembelihannya yaitu hari ketujuh dari kelahiran. Namun, jika
tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh boleh dilaksanakan kapan saja,
Wallahu A’lam.
Ketentuan kambing
yang bisa untuk aqiqah sama dengan yang ditentukan untuk kurban. Dari jenis
domba berumur tidak kurang dari 6 bulan, sedang dari jenis kambing kacang
berumur tidak kurang dari 1 tahun, dan harus bebas dari cacat.
6. Mencukur rambut
bayi dan bersedekah perak seberat timbangannya.
Hal ini mempunyai
banyak faedah, antara lain: mencukur rambut bayi dapat memperkuat kepala,
membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan, pendengaran dan
penciuman. (Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil Islam, juz 1.)
Bersedekah perak
seberat timbangan rambutnya pun mempunyai faedah yang jelas.
Diriwayatkan dari
Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya:
“Fatimah
Radhiyalllahu ‘anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kaltsum;
lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya (HR. Imam Malik
dalam Al Muwaththa’)
7. Khitan.
Yaitu memotong kulup
atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau bagian kulit
yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah bersabda:
“Fitrah itu lima:
khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut
bulu ketiak” (HR. Al-bukhari, Muslim)
Khitan wajib hukumnya
bagi kaum pria, dan rnustahab (dianjurkar) bagi kaum wanita.WallahuA’lam.
Inilah beberapa etika
terpenting yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh orangtua atau pada
saat-saat pertama dari kelahiran anak.
Namun, di sana ada
beberapa kesalahan yang terjadi pada saat menunggu kedatangannya Secara
singkat, antara lain:
A. Membacakan ayat
tertentu dari Al Qur’an untuk wanita yang akan melahirkan; atau menulisnya lalu
dikalungkan pada wanita, atau menulisnya lalu dihapus dengan air dan diminumkan
kepada wanita itu atau dibasuhkan pada perut danfarji (kemaluan)nya agar
dimudahkan dalam melahirkan. ltu semua adalah batil, tidak ada dasamya yang
shahih dari Rasulullah, Akan tetapi bagi wanita yang sedang menahan rasa sakit
karena melahirkan wajib berserah diri kepada Allah agar diringankan dari rasa
sakit dan dibebaskan dari kesulitannya Dan ini tidak bertentangan dengan ruqyah
yang disyariatkan.
B. Menyambut gembira
dan merasa senang dengan kelahiran anak laki-laki, bukan anak perempuan.
Hal ini termasuk adat
Jahiliyah yang dimusuhi Islam. Firman Allah yang berkenaan dengan mereka:
“Apabila seseorang
dari merea diberi kabar dengan (kelahiran) anak, perempuan, hitamlah (merah
padamlah) matanya, dan dia sangat marah; ia menyembunyikan dirinya dari orang
banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan padanya. Apakah dia akan
memeliharannya dengan menanggumg kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam
tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang telah mereka
lakukan itu”(Surah An Nahl : 58-59).
Mungkin ada sebagian
orang bodoh yang bersikap berlebihan dalam hal ini dan memarahi isterinya
karena tidak melahirkan kecuali anak perempuan. Mungkin pula menceraikan
isterinya karena hal itu, padahal kalau dia menggunakan akalnya, semuanya
berada di tangan Allah ‘Azza wa lalla. Dialah yang memberi dan menolak.
Firman-Nya:
Dia menciptakan apa
yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia
kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki atau
Dia menganugerahkan kepada siapa yang dia kehendaki-Nya, dan dia menjadikan Mandul
siapa yang Dia kehendaki…” (Surah Asy Syura :49-50).
Semoga Allah
memberikan petunjukkepada seluruh kaum Muslimin.
C. Menamai anak
dengan nama yang tidak pantas.Misalnya, nama yang bermakna jelek, atau nama
orang-orang yang menyimpang seperti penyanyi atau tokoh kafir. Padahal menamai
anak dengan nama yang baik merupakan hak anak yang wajib atas walinya.
Termasuk kesalahan
yang berkaitan dengan pemberian nama, yaitu ditangguhkan sampai setelah seminggu.
D. Tidak menyembelih
aqiqah untuk anak padahal mampu melakukannya. Aqiqah merupakan tuntunan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasalam, dan mengikuti tuntunan beliau adalah sumber segala
kebaikan.
E. Tidak menetapi
jumlah bilangan yang ditentukan untuk aqiqah. Ada yang mengundang untuk acara
aqiqah semua kenalannya dengan menyembelih 20 ekor kambing, ini merupakan
tindakan berlebihan yang tidak disyariatkan. Ada pula yang kurang dari jumlah
bilangan yang ditentukan, dengan menyembelih hanya seekor kambing untuk anak
iaki-laki, inipun menyalahi yang disyariatkan. Maka hendaklah kita menetapi
sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wasalam tanpa menambah ataupun mengurangi.
F. Menunda khitan
setelah akil baligh.Tradisi ini dulu terjadi pada beberapa suku, seorang anak
dikhitan sebelum kawin dengan cara yang biadab di hadapan orang banyak.
Itulah sebagian
kesalahan, dan masih banyak lainnya. Semoga cukup bagi kita dengan menyebutkan
etika dan tata cara yang dituntunkan ketika menerima kelahiran anak. Karena
apapun yang bertentangan dengan hal-hal tersebut, termasuk kesalahan yang tidak
disyariatkan. (Disarikan dari kitab Adab Istiqbal al Maulud fil Islam, oleh
ustadz Yusuf Abdullah al Arifi)
MEMPERHATIKAN ANAK
PADA USIA ENAM TAHUN PERTAMA
Periode pertama dalam
kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan
paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam
pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini,
nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika
menjadi dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.)
Karena itu, para
pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode
ini.
Aspek-aspek yang
wajib diperhatikan oleh kedua orangtua dapat kami ringkaskan sebagai berikut:
1. Memberikan kasih
sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu.
Ini perlu sekali,
agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cintakasih
ini,maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang
disekitamya. “Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu
apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan
alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh
eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang
dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar
dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak.” (Muhammad Quthub,Manhaiut
Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2.)
Maka sang ibu
hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan
karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya.
2. Membiasakan anak
berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.
Kami kira, ini bukan
sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa membiasakan anak untuk menyusu
dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin
meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa
dan terlatih dengan hal ini.
Kedisiplinan akan
tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk
mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.
3. Hendaklah kedua
orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya.
Yaitu dengan menetapi
manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya dengan
anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti
apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan
tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar
sekali pada pribadi anak. “Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar
atau tidak, adalah besar sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga.
Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak
mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua
berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam
diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin
terlambat sedikit atau banyak.
Akan tetapi hal ini
tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara tidak sadar,
atau tanpa kesadaran puma, dan akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa
kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya.” (Ibid.)
4. Anak dibiasakan
dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya.
Antara lain:
(Silahkan lihat Ahmad Iuuddin Al Bayanuni,MinhajAt TarbiyahAsh Shalihah.)
” Dibiasakan
mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan
tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara
halus.
” Dibiasakan
mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau
lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.
” Dilarang tidur
tertelungkup dandibiasakan ·tidur dengan miring ke kanan.
” Dihindarkan tidak
memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran
menutup aurat dan malu membukanya.
” Dicegah menghisap
jari dan menggigit kukunya.
” Dibiasakan
sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.
” Dilarang bermain
dengan hidungnya.
” Dibiasakan membaca
Bismillah ketika hendak makan.
” Dibiasakan untuk
mengambil makanan yang terdekat dan tidak memulai makan sebelum orang lain.
” Tidak memandang
dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang makan.
” Dibiasakan tidak
makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik.
” Dibiasakan memakan
makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada.
” Dibiasakan
kebersihan mulut denganmenggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum
tidur, dan sehabis bangun tidur.
” Dididik untuk
mendahulukan orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan
dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih
kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu
makanan atau permainan.
” Dibiasakan
mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari.
” Dibiasakan membaca
“AZhamdulillah” jika bersin, dan mengatakan
“Yarhamukallah”
kepada orang yang bersin jika membaca “Alhamdulillah”.
” Supaya menahan
mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai bersuara.
” Dibiasakan
berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.
” Tidak memanggil ibu
dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi
(Ibu), dan Abi (Bapak).
” Ketika berjalan
jangan mendahului kedua orangtua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak
memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka.
” Dibiasakan bejalan
kaki pada trotoar, bukan di tengah jalan.
” Tidak membuang
sampah dijalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya.
” Mengucapkan salam
dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan “Assalamu
‘Alaikum” serta membalas salam orang yang mengucapkannya.
” Diajari kata-kata
yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik.
” Dibiasakan menuruti
perintah orangtua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh
sesuatu yang diperbolehkan.
” Bila membantah
diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika
memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal
ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel.
” Hendaknya kedua
orangtua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan
menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi
berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan.
” Tidak dilarang
bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang
diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode
ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal anak.
” Ditanamkan kepada
anak agar senang pada alat permainan yang dibolehkan seperti bola,
mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan
kepadanya agar membenci alat permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti
manusia dan hewan.
” Dibiasakan
menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan ataupun makanan
orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri.
0 komentar: